Distributor daging sapi dan produk olahan berlabel KIBIF melakukan sosialisasi kepada masyarakat aneka jenis daging sapi yang dijual di dalam negeri.
"Di tengah meningkatnya konsumsi daging sapi, perlu juga dibarengi pengetahuan tentang jenis daging sapi yang dijual di pasar," kata Direktur Utama PT Estika Tata Tiara, Wiryo Subagyo, di Jakarta, Minggu.
Menurut Wiryo, sosialisasi tentang daging sapi agar konsumen dapat memilih daging yang bermutu seperti dagin beku, sehat dan higienis sehingga aman dikonsumsi.
Ia menjelaskan, sosialisasi dilakukan di berbagai kegiatan masyarakat termasuk saat acara Car Free Day di Sarinah Thamrin yang sudah digelar untuk keduakalinya yang bertajuk bertajuk #RamadhanWithKibif.
Wiryo menambahkan, terdapat lima jenis daging sapi dengan harga bervariasi, yaitu Primary cut, secondary cut type A-B, manufacturing meat, fancy and variety meat, serta edible offal.
"Jenis secondary cut type A-B adalah yang paling banyak dikonsumsi di Indonesia. Sedangkan daging sapi yang paling mahal harganya adalah primary cut (kualitas sangat bagus)," ujarnya.
Selanjutnya, kata Wiryo, jenis secondary cut type A-B, yang biasa dikenal dengan sebutan samcan, tanjung, sengkel, gandik, sampil, dan pendasar.
Jenis ini paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia untuk masakan rendang, semur, dendeng, sandung lamur, rawon, dan abon sapi. "Harganya sangat terjangkau, pada kisaran Rp80.000 hingga Rp115.000 per kilogram," jelas dia.
Tipe selanjutnya adalah manufacturing meat atau daging industri yaitu tetelan 65-95 CL, daging dadu, dan daging giling yang dijual seharga Rp40.000-Rp60.000 per kg.
Jenis fancy and variety meat (daging variasi) seperti lidah, bibir, buntut, dan daging kepala dijual Rp65.000-100.000 per kg. Sedangkan yang paling murah adalah daging sapi jenis edible offal atau jeroan, seperti hati, usus, limpa, paru, otak, jantung, dan babat yang dijual pada kisaran harga Rp30.000 hingga Rp40.000 per kg.
Menurut Wiryo, setiap tahun Indonesia masih membutuhkan 600.000 ekor sapi impor untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Impor diperlukan karena jumlah sapi di Indonesia hanya sekitar 14 juta ekor dengan jumlah peternak sebanyak 5 juta orang.
"Jumlah peternak komersial di Indonesia kurang dari 5 persen dari 5 juta peternak," katanya.